Red Island Banyuwangi International Surf Competition 2013

Red Island Banyuwangi International Surf Competition 2013 yang akan dilaksanakan 24-26 Mei 2013 layak diapresiasi positif. Saya yakin event tersebut akan membawa semangat baru bagi olahraga laut di perairan Banyuwangi, baik itu surfing, selam, maupun paralayang. Apalagi potensi perairan Banyuwangi cukup besar.
Karakter perairan di Banyuwangi beragam. Ada perairan dangkal yang memiliki pemandangan cukup indah, yakni di kawasan Wongsorejo, perairan barangin keras di sekitar Kecamatan Kalipuro, hingga perairan berombak dahsyat, yakni di Banyuwangi Selatan. Itu menjadi keistimewaan tersendiri bagi Banyuwangi.
Red Island Banyuwangi
Salah satu kendala yang sering ditemui pada setiap event surfing, khususnya yang dilaksanakan di pulau Jawa, adalah minimnya animo masyarakat sebagai peserta. Sebab, asal olahraga yang satu ini memang bukan dari Nusantara. Surfing adalah olahraga adopsi dari daerah bersalju dan beriklim dingin. Tentu salju tidak ada di daerah beriklim tropis.
Surfing sebagai olahraga mengendarai papan di atas ombak pertama dipopulerkan di pantai barat Amerika Serikat. Surfing menjadi lebih terkenal ketika dipertontonkan di sebuah pantai di sekitar kepulauan Hawaii pada awal abad 20.
Kini surfing merupakan salah satu daya tarik wisata pantai yang cukup memikat di Pulau Bali dan Lombok. Olahraga ini kini kerap dilakukan di pantai yang berbatasan dengan Laut Selatan karena memang ombaknya cukup besar.
Beberapa pantai di Pulau Jawa yang sudah lama mempopulerkan olahraga ini adalah pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, kemudian Pacitan dan Plengkung, Banyuwangi.
Walau event surfing di Plengkung sudah beberapa kali digelar, tapi dalam kegiatan yang dihelat Pemkab Banyuwangi besok layak disematkan beberapa harapan. Selain diharapkan mampu memperkenalkan potensi pariwisata sekitar Pulau Merah, juga diharapkan bisa membawa efek ekonomis. Tujuannya, agar kesejahteraan warga sekitar Pulau Merah semakin meningkat dan industri kreatif di sekitar sana juga menggeliat.
Sementara itu, hendaknya pihak penyelenggara memperhatikan kebiasaan surfer berpakaian terbuka. Tentu, lambat laun itu akan mengganggu karakteristik masyarakat sekitar sana. Masyarakat hendaknya benar-benar dibimbing dan ketahanan budayanya dikuatkan.
Cukup sulit memang karena itu adalah konsekuensi atas pilihan menggelar event pantai tersebut. Namun demikian, pemerintah daerah dapat melokalisasi atau memberikan peringatan yang bisa diterima para wisatawan. Marilah kita menciptakan wisata pantai yang penuh keindahan, penuh kesusilaan, penuh nilai-nilai, dan mengagungkan nilai kemanusiaan yang mungkin akan berbeda persepsi dengan daerah lain.
Kemudian, kebiasaan sand, sur, and sex yang biasa melekat pada wisata pantai perlu dikecualikan untuk wisata pantai Pulau Merah. Ini adalah Banyuwangi. Kabupaten yang masyarakatnya berbudaya dan religius. Antisipasi ekstra perlu dilakukan oleh penyelenggara atau pengelola. Tujuannya, agar munculnya wisata baru ini tidak menambah jumlah wisata bagi “petualang cinta” di Banyuwangi. Cukuplah orang ke Pulau Merah untuk berolahraga, menikmati pemandangan alam yang indah, bersantai, dan tidak untuk “mencari” sensasi syahwat sebagaimana di tempat lain.
Tumbuhnya penginapan, home stay, dan guest house, di sekitar pantai sebagai tempat menginap perlu diawasi dengan ketat. Jangan sampai pasangan lain jenis yang bukan muhrim diperbolehkan menginap bersama. Selain itu, biasa kita melihat para penikmat olahraga surfing dari luar negeri suka minum-minuman keras. Secara tidak langsung, itu akan menambah jumlah permintaan terhadap minuman berkadar alkohol di Banyuwangi. Sudah terlalu banyak berita tentang kenakalan anak dan remaja serta kriminalitas, baik pencabulan, pemerkosaan, maupun pembunuhan, diawali dengan meminum minuman keras. Jangan lagi menambah deretan berita kriminal di media. Jangan pula kita menambah kerja polisi untuk melakukan Operasi Penyitaan Masyarakat.
Yang terakhir, event surfing di Pulau Merah ini hendaknya menjadi momentum kelahiran atlet surfing Banyuwangi. Cerita tentang keberanian nelayan Banyuwangi mengarungi samudera yang ganas dengan peralatan yang sederhana hendaknya menjadi insiprasi bagi generasi muda untuk menaklukkan samudera mengendarai ombak.
Walaupun peminatnya tidak sebanyak olahraga populer lain di Indonesia dan tidak masuk dalamevent resmi KONI (PON), maupun IOC (Olympic Games), tapi olahraga tersebut mampu menjadi sandaran hidup para atlet bila berprestasi.
Tak kurang puluhan event surfing tingkat nasional dan international digelar setiap tahun dengan sponsor besar. Hendaknya itu menjadi satu stimulus bagi para calon atlet surfing di Banyuwangi. Tidak banyaknya daerah yang memiliki pantai yang bisa digunakan sebagai arena surfing, hendaknya menjadikan generasi muda Banyuwangi bersemangat mendalami olahraga tersebut.
Memunculkan animo dalam diri generasi muda tentu tidak mudah. Sebab, olahraga ini membutuhkan papan surfing yang cukup mahal. Peran swasta sebagai sponsor tentu menjadi pilihan terbaik dalam pembinaan olahraga ini. Para atlet pemula tidak perlu diberi papan surfing, cukup dipinjami saja rasanya sudah cukup membantu mereka.
Pengamatan saya, olahraga ini sebetulnya lebih tergantung pada kekuatan fisik, mental, dan keberanian. Oleh karena itu, banyak berlatih secara intensif bisa melahirkan atlet surfing professional.
Melihat rencana Kabupaten Banyuwangi menjadi tuan rumah Porprov 2015, event ini sangatlah strategis. Bisa sebagai pemanasan, bisa pula sebagai upaya menunjukkan kepada masyarakat tentang kesiapan Banyuwangi menjadi tuan rumah Porprov.
*) Wakil Bendahara KONI, MR. Warang Agung.
Share this article :

Posting Komentar

 

Copyright © 2013. SDN KEPATIHAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Rivaldo
Proudly powered by Blogger